Mengapa Kekuasaan Kehakiman Harus Bersifat Mandiri?

Mengapa Kekuasaan Kehakiman Harus Bersifat Mandiri
Kekuasaan kehakiman dalam tatanegara harus bersifat mandiri agar tidak mudah terpengaruh pada kekuasaan khakiman yang lain, dan tidak bergantung pada keluasaan lain, maka dari itu harus bersifat mandiri,berani dan yakin pada kekuasaan khakiman yg telah ditetapkan pada negaranya. smoga membantu,makasih:)

Kenapa kekuasaan kehakiman dikatakan sebagai kekuasaan yang merdeka?

II. PASAL DEMI PASAL – Pasal 1 Kekuasaan Kehakiman yang merdeka dalam ketentuan ini mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  • Ebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia.
  • Pasal 2 Cukup jelas.
  • Pasal 3 Ayat (1) Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di luar peradilan negara melalui perdamaian atau arbitrase.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Ketentuan yang menentukan bahwa peradilan dilakukan ?DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA? adalah sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan: 1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; 2.

  1. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
  2. Ayat (2) Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi harapan para pencari keadilan.
  3. Yang dimaksud dengan ?sederhana? adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan acara yang efisien dan efektif.

Yang dimaksud dengan ?biaya ringan? adalah biaya perkara yang dapat terpikul oleh rakyat. Namun demikian, dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara tidak mengorbankan ketelitian dalam mencari kebenaran dan keadilan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud ?dipidana? dalam ayat ini adalah bahwa unsur-unsur tindak pidana dan pidananya ditentukan dalam undang-undang.

Jelaskan apa yang dimaksud dengan kekuasaan kehakiman?

Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Sumber : Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Apa maksud dari pasal 24 ayat 1 UUD 1945 bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka?

27 Okt 2018 11:46:23 WIB | Kategori: Kelembagaan | Tags: Hakim Hukum Komisi Yudisial RI Mitra Kerja RUU JH Sosialisasi | Dibaca: 81621 kali Palembang (Komisi Yudisial) – Untuk meluruskan tata kelola peradilan saat ini, maka yang paling penting perlu dibenahi adalah kekuasaan kehakiman.

Bila ingin membenahi negara, penting membenahi kekuasaan kehakiman itu sendiri. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pusat Studi dan Kajian Konstitusi (PUSaKO) Feri Amsari pada Diskusi dan Bedah Buku Meluruskan Arah Manajemen Kekuasaan Kehakiman di Auditorium Rektorat Universitas Muhammadiyah Palembang, Jumat (26/10).

Mengutip pasal 24 ayat 1 UUD 1945, Feri menyampaikan Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Menurut Feri, ada tiga syarat kekuasaan kehakiman yang merdeka, di antaranya merdeka dari kepentingan cabang kekuasaan lain baik di pemerintahan atau pun para politisi, merdeka dari ideologi politik apapun atau tekanan publik, dan merdeka dari kekuasaan lembaga kehakiman yang lebih tinggi.

Hakim Pengadilan Negeri tidak boleh diintervensi oleh hakim Pengadilan Tinggi, hakim Pengadilan Tinggi tidak boleh diintervensi oleh hakim agung,” ujar Feri. Dari konsep tersebut, Feri berpendapat tidak cocok konsep satu atap yang ada saat ini. “Konsep satu atap lebih cocok untuk manajemen perkara, hakim tidak boleh dibawah kendali satu atap itu,” jelas Feri.

Lebih lanjut, Feri menjelaskan bahwa untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka ada tiga syarat. Yang pertama sistem pemilihan dan pengangkatan hakim yang independen, kedua lama masa jabatan yang menjamin kemerdekaanya itu dan yang ketiga mekanisme pemberhentian hakim.

“Kewenangan lain KY dalam pasal 24B UUD 1945 adalah kewenangan lain yang diberikan undang-undang berkaitan dengan kewenangan untuk menjaga kehormatan dan marwah hakim. Bagaimana bisa dia mengawasi peradilan yang baik kalau KY tidak terlibat dalam proses seleksi,” jelas pria tamatan William and Mary Law School, Virginia, Amerika Serikat ini.

Kalau hakim dipilih untuk menghasilkan kekuasaan kehakiman yang merdeka, mestinya prosesnya juga merdeka dari berbagai aspek. Terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim, Feri berpendapat, untuk masa lama jabatan hakim lebih cocok 70 puluh tahun atau seumur hidup dengan syarat dan ketentuan berlaku.

Harus ada mekanisme pemberhentian hakim yang jelas. “Mencari orang baik saja susah, sedikit jumlahnya, masa jabatannya cuma lima tahun,” pungkas Feri. Feri menekankan, hakim harus dijamin kemerdekaanya dari awal dididik hingga selesai hidupnya. “Sebagai wakil tuhan di muka bumi, setelah pensiun kesejahteraannya terjamin, sehingga tidak terpengaruh dari bermacam godaan,” pungkas Feri.

(KY/Jaya/Festy)

You might be interested:  Mengapa Sikap Individualistik Banyak Kita Jumpai Pada Masyarakat Kota?

Bagaimana konsep kekuasaan kehakiman sesuai dengan UUD 1945?

Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan ketentuan tersebut, Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan, sebagai cabang kekuasaan yudikatif, yang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan UUD 1945.

Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24/2003, kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Mengapa kekuasaan kehakiman harus independen atau terlepas dari kekuasaan manapun *?

Ketua MK Paparkan Independensi Kekuasaan Kehakiman kepada Mahasiswa FH Universitas Riau jum’at, 02 Juli 2021 | 16:51 WIB Ketua Mahkamah Konsitusi Anwar Usman menjadi narasumber kegiatan webinar yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Riau, Jumat (02/07).

  1. Foto Humas/Bayu.
  2. JAKARTA, HUMAS MKRI – Independensi kekuasaan kehakiman merupakan prasyarat mutlak bagi tegaknya hukum dan keadilan.
  3. Tanpa independensi kekuasaan kehakiman, dapat dipastikan jaminan terwujudnya hukum dan keadilan tidak mungkin dapat tercapai.
  4. Secara konseptual maupun praktik, hubungan antara demokrasi dan negara hukum dengan kekuasaan kehakiman yang merdeka adalah sangat erat.

Hal tersebut disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam Kajian Bedah Buku Independensi Lembaga Kekuasaan Kehakiman dalam Penegakan Hukum dan Keadilan karya Anwar Usman. Kegiatan webinar ini terselenggara atas kerja sama Mahkamah Konstitusi dengan Fakultas Hukum (FH) Universitas Riau pada Jumat (2/7/2021) pagi.

  1. Anwar menjelaskan, tanpa kekuasaan kehakiman yang merdeka dan kebebasan hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara, tidak akan ada demokrasi dan bernegara yang berdasarkan atas hukum.
  2. Ekuasaan kehakiman yang merdeka, merupakan syarat bagi negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum.
  3. Tetapi, hubungan ini tidak hanya bersifat satu arah.

“Demokrasi dan negara yang berdasarkan atas hukum merupakan prasyarat bagi kekuasaan kehakiman yang merdeka. Dengan perkataan lain, ada hubungan timbal balik antara kekuasaan kehakiman yang merdeka dengan demokrasi dan negara hukum. Hal itu dapat diibaratkan seperti dua sisi dari sebuah koin mata uang, urai Anwar.

Dikatakan Anwar, tujuan utama kekuasaan kehakiman menurut UUD 1945 adalah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Oleh sebab itu, diperlukan upaya-upaya menjadikan kekuasaan kehakiman sebagai institusi yang independen, mengembalikan fungsi yang hakiki dari kekuasaan kehakiman untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum, menjalankan fungsi cheks and balances bagi institusi negara lainnya, mendorong dan memfasilitasi serta menegakkan prinsip-prinsip negara hukum demokratis guna mewujudkan kedaulatan rakyat, dan melindungi martabat kemanusiaan dalam bentuk yang paling konkret.

Memandirikan Hakim Anwar menyampaikan, independensi kekuasaan kehakiman dalam konteks mewujudkan peradilan yang mandiri bertujuan untuk memandirikan hakim dan lembaga kehakiman. Secara organisatoris, lembaga kekuasaan kehakiman harus dimandirikan dan dilepaskan dari segala intervensi dan pengaruh kekuasaan negara lainnya.

Dalam kerangka itu, hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman tidak boleh menundukkan diri pada visi dan kepentingan politik tertentu. Secara politik, kekuasaan kehakiman harus dipisahkan secara tegas dari cabang kekuasaan negara yang lain, yaitu eksekutif dan legislatif, agar tercipta adanya hubungan yang saling menyeimbangkan (checks and balance) dalam sistem politik.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dalam Bab III mengatur tentang Hubungan Pengadilan dan Pemerintah pada Pasal 19 secara eksplisit menyebutkan, Demi kepentingan revolusi, kehormatan Negara dan Bangsa atau kepentingan masyarakat yang sangat mendesak, Presiden dapat turut atau campur tangan dalam soal-soal pengadilan.

Bagaimana sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia?

Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
b. bahwa untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan peradilan yang bersih serta berwibawa perlu dilakukan penataan sistem peradilan yang terpadu;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
2. Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Mahkamah Konstitusi adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.

Apa tujuan dari kekuasaan kehakiman?

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on 16 Oktober 2018, Dilihat: 2692 PERGESERAN KEKUASAAN KEHAKIMAN PERADILAN AGAMA Oleh Zulkarnain Barda Nawawi Areif mengatakan bahwa kekuasaan kehakiman tidak hanya berarti “kekuasaan mengadili” (kekuasaan menegakkan hukum di badan-badan peradilan), tetapi mencakup kekuasaan menegakkan hukum dalam seluruh proses penegakan hukum.

Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Pasal tersebut menegaskan tentang sifat, tujuan dan maksud kekuasaan kehakiman di Indonesia. Tentang sifat kekuasaan kehakiman, ditegaskan ada dua, yaitu: a. kekuasaan negara, dan b. kekuasaan yang merdeka. Adapun tujuan kekuasaan kehakiman adalah menyelenggarakan peradilan.

Sedangkan maksud kekuasaan kehakiman adalah menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Cuplikan dari Disertasi Zulkarnain “Pergeseran Kompetensi Peradilan Agama Dalam Hukum Positif Di Indonesia”, dipertahankan pada Sidang Terbuka pada UIN Sumatera Utara, Tahun 2016. Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Makassar.

Rusli Muhammad, Kemandirian Pengadilan Indonesia (Yogyakarta: UII Press,2010), h.36-37. Selengkapnya KLIK DISINI

Apa saja yang menjadi kekuasaan kehakiman?

Dalam menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman, Bab IX UUD 1945 menyebutkan bahwa ada tiga lembaga negara yang termasuk dalam lingkup kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).

Hakim tidak boleh menolak memeriksa dan mengadilinya dengan alasan apa pun ketentuan tersebut diatur dalam?

Berdasarkan Pasal 20 AB ‘ Hakim harus mengadili berdasarkan Undang-Undang’ dan Pasal 22 AB + Pasal 14 Undang-undang No.14 tahun 1970 mewajibkan ‘ Hakim untuk tidak menolak mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkap atau tidak jelas Undang-undang yang mengaturnya melainkan wajib mengadilinya ‘.

Jelaskan apa yang dimaksud dengan kekuasaan kehakiman berdasarkan pasal 24 ayat 1 UUD 1945 dan jelaskan juga apa yang menjadi tujuan profesi hakim?

Selasa, 06 November 2012 | 13:57 WIB Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan, guna menegakkan hukum dan keadilan. Itulah yang terkandung dalam Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945. Sedangkan Pasal 24 Ayat (2) menyebutkan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

“Dari Pasal 24 UUD 1945 itulah kita mengetahui bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan pelaku kekuasaan kehakiman,” ujar Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi saat menerima kunjungan para mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Muria Kudus ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (6/11) siang. Dikatakan Fadlil, kekuasaan kehakiman merupakan bagian dari kekuasaan negara.

Kekuasaan negara itu dalam perspektif negara hukum yang demokratis dibagi dalam tiga cabang utama kekuasaan negara. Pertama, kekuasaan pembentuk hukum atau UU. Kedua, kekuasaan penyelenggara negara berdasarkan UU. Ketiga, kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan.

  1. Biasanya kita menyebut tiga kekuasaan itu adalah kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif.
  2. Mengenai kekuasaan yudikatif, sekarang jarang disebut kekuasaan yudikatif, namun lebih banyak ditulis dengan kekuasan yudisial,” kata Fadlil yang didampingi dosen Universitas Muria Kudus, Dr.H.

Sukrisno, S.H.M.H. selaku moderator. Fadlil menambahkan, ketiga kekuasaan tersebut merupakan kekuasaan negara. “Mengapa negara berkuasa? Karena negara dibentuk untuk menyelenggarakan fungsi menyejahterakan warganya. Secara praktik, yang paling berkuasa adalah negara.

Supaya negara tidak sewenang-wenang, maka kekuasaannya dibagi tiga kekuasaan seperti sudah disebutkan tadi,” papar Fadlil. Lebih lanjut Fadlil mengungkapkan banyaknya pertanyaan terhadap MK, misalnya latar belakang dibentuknya MK pada 2003, atau secara konstitusional MK mulai dikenal pada 2001. “Ada orang yang bertanya, kenapa Mahkamah Konstitusi tidak dibentuk sejak Indonesia merdeka?” imbuh Fadlil.

Fadlil kemudian menjawab pertanyaan itu. Soal MK baru dibentuk pada 2003, alasannya karena MK hadir dari rahim reformasi. Reformasi merupakan dinamika sosial politik yang puncaknya terjadi pada 1998. “Disebut puncak karena dinamika sosial politik kala itu sedemikian rupa dahsyatnya, sehingga memakan ongkos yang sangat banyak.

  • Termasuk yang tidak dapat dihitung dengan uang, yaitu ongkos sosial yang sangat besar,” urai Fadlil.
  • Etika itulah rezim Soeharto mundur yang digantikan oleh BJ Habibie.
  • Dinamika sosial politik pada masa itu bermula dari suatu keadaan krisis di bidang keuangan, meningkat sedemikian rupa, merembet pada bidang-bidang lain, sehingga orang menyebutnya sebagai krisis multi dimensional.

“Dalam teori sosial politik, setiap dinamika sosial politik itu selalu ada pesan di dalamnya. Pesan yang sangat keras bergaung di dalam dinamika sosial politik adalah tuntutan demokratisasi dalam kehidupan bernegara,” jelas Fadlil.

Pasal berapakah dalam hukum peradilan nasional yang menegaskan kekuasaan kehakiman harus bebas campur tangan kekuasaan lainnya?

Memaknai “Freedom of Judge” dalam Kewenangan Hakim – (Judges can not pass judgment on people better than god) Oleh : Hj. St. Zubaidah, S.Ag.,S.H.,M.H. (Wakil Keyua PA Negara) Kebebasan Hakim merupakan salah satu prinsip penting dalam konsep negara hukum diatur dalam keputusan simposium Universitas Indonesia tentang konsep negara hukum tahun 1966, disebutkan bahwa penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu ciri khas negara hukum.

Pengakuan dan perlindungan hak asasi di bidang politik, hokum, social, ekonomi, budayadan pendidikan. Legalitas dalam arti hukum dalam sejarah. Tidak bersifat memihak, bebas dari segala pengaruh kekuasaan lain

Dalam mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka maka diwajibkan kepada hakim untuk selalu menjaga kemandirian peradilan dalam menjalankan tugas dan fungsinya (pasal 3 ayat (1) Undang-undang Kekuasaan Kehakiman. Berdasarkan penjelasan pasal tersebut yang dimaksud dengan kemandirian Hakim adalah bebas dari campur tangan pihak luar dan bebas dari segala bentuk tekanan baik fisik maupun psikis.

Kebebasan Hakim dalam pelaksanaan tugas peradilan Hakim tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan apapun, bahkan ketua hakim pengadilan yang lebih tinggi, tidak berhak untuk ikut campur dalam soal peradilan yang dilaksanakannya. Pasal 39 ayat (4) UU Kekuasaan Kehakiman, menyatakan Mahkamah Agung merupakan pengawas tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan di bawahnya, tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.

Kebebasan Hakim merupakan sifat pembawaan dari setiap peradilan karena pada dasarnya tujuan dari kebebasan Hakim adalah mengadili dan memutus perkara dengan sebaik-baiknya, memberikan keputusan yang berdasarkan kebenaran, keadilan dan kejujuran. Dalam konferensi internasional commission of jurist di Bangkok pada tahun 1965, disebutkan ada 6 syarat sebagai dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis di bawah rule of Law yaitu:

Perlindungan konstitusional. Peradilan atau badan-badan bebas dan tidak memihak. Pemilihan umum yang bebas. Kkebebasan menyatakan pendapat. Kebebasan berserikat atau berorganisasi dan beroposisi. Pendidikan Kewarganegaraan.

Hakikat independensi kekuasaan kehakiman itu tidak ada kekuasaan atau kewenangan di dunia ini yang tidak tak terbatas atau tanpa batas kecuali kekuasaan Tuhan yang maha kuasa di dunia ini maupun di akhirat. Kekuasaan kehakiman yang dikatakan independensi atau mandiri itu pada hakekatnya diikat dan dibatasi oleh rambu-rambu sehingga dalam konferensi internasional commision of jurist dikatakan bahwa “Independence does not mean that the judge is entitled to act in an arbitrary manner”.

Menurut ketentuan Pasal 24 ayat 2 UUD 1945 hasil amandemen Siapakah sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman?

Sejarah Pengadilan Militer I-05 Pontianak Amandemen Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 24 ayat (1) menegaskan sifat dan karakter kekuasaan kehakiman dengan menyatakan : “Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.

Di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga dikemukakan : “Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”.

Menurut Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman : “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, Lingkungan Peradilan Militer, Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.

Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan tersebut kemudian diatur bahwa Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung, sesuai Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pengadilan Militer I-05 Pontianak sebagai lembaga peradilan dan pelaksana kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung RI mempunyai kedudukan yang kuat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 24 ayat 2 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Pengadilan Militer I-05 Pontianak semenjak tanggal 9 Juli 2004 secara Organisasi, Administrasi dan Finansial berkedudukan/berada di bawah Mahkamah Agung RI, sebagaimana dalam Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 2004 tanggal 9 Juli 2004 tentang Pengalihan Organisasi, Administrasi dan Finansial Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Militer Dari Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Ke Mahkamah Agung RI.

Berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 39/KMA/SK/II/2017 tanggal 9 Februari 2017 tentang peningkatan kelas pada 3 (tiga) Pengadilan Militer Tipe B menjadi Pengadilan Militer Tipe A, Pengadilan Militer I-05 Pontianak merupakan salah satu Pengadilan Militer yang ditetapkan peningkatan kelas Pengadilan, semula Pengadilan Militer Tipe B menjadi Pengadilan Militer Tipe A.

Releated

Mengapa Manusia Dilarang Durhaka Kepada Orang Tua?

Alasan kenapa durhaka kepada orang tua dilarang dalam agama islam adalah karena orang tua merupakan orang yang sangat berjasa bagi kita. Ibu yang melahirkan dan merawat kita dari kecil dan ayah yang merawat serta memberi nafkah buat kita. Tidak logis dan tidak baik bagi seseorang jika tidak membalas jasa kedua orang tua atau bahkan membantah […]

Mengapa Pembukaan Uud 1945 Dan Batang Tubuh Bersifat Kausal Organis?

Hubungan Kausal Organis Pembukaan dengan Batang Tubuh UUD 1945 – Pembukaan UUD 1945 meliputi suasana kebatinan yang diwujudkan dalam pasal-pasal dalam UUD. Dengan kata lain, suasana kebatinan UUD 1945 dijiwai dan bersumber dari dasar filsafat negara yaitu Pancasila. Hubungan langsung antara pembukaan UUD 1945 dengan batang tubuhnya bersifat kausal organis karena isi dalam pembukaan dijabarkan […]

Adblock
detector